Sajak-Sajak M Zamiel El Muttaqien

@kontributor 2/15/2019






Secangkir Kopi Sekental Rindu

ketika kau serupa rindu

kuhirup ruap kopi senikmat harum tubuhmu
seteguk kafein sekental ludahmu
deraskan darahku di sungai sungai waktu

jantung berdegup kencang

memompa badai dari lubuk lautan
tempat paling tenang
mengendapkan kenangan

serbuk kenangan teraduk jadi mimpi

sepekat dan sepahit kopi
tenggelam aku
bagai tersesat dalam lebat gerai rambutmu

mengurai hitam semesta

melupa segala warna
sampai terbit inti cahaya
di ufuk jiwa

fajar

dari mana hari dan hasrat bermula
memancar
seterang senyummu yang menyala nyala

dan karena kau serupa rindu

kala di dasar cangkir tinggal ampas kelam membeku
yang tersisa tetap saja ingin
meregukmu tak dingin dingin


Api Air Mata


Api. Kobar murka

membakar luka
dengan apa harus kupadamkan
nyala kekal ingatan?

Air mata. Sesal siasia

sepanjang usia
seakan minyak tanah
bagi panasmu yang semakin merah.

Sepi. Keretap tulang belulang

menjelma jadi arang
dengan apa harus kusangga
tubuh hangusku yang tak beriga?

Katakata. Bujuk rayu istigfar

yang selalu kaudengar
mustahil kau mengelak
dari sayup seru sajak!

bengkel puisi annuqayah, 2005


Seremoni Insomnia


tak ada matahari

hanya malam hari
sepanjang waktu
terang menutup pintu

langit lenyap

bintang-bintang jatuh
lalu lelap
gelap pun utuh

di kepalaku jadi batu batu hitam

bagai bayang bayangmu tenggelam
ke lubuk kenangan
tempat bersemayam masa depan

arah panah langkahmu

di mana kelak kita ketemu
kuraba dengan mata merah
lelah tapi pasrah

beri aku sejenak istirah

tak usah mimpi indah
beri aku sejengkal tubuh rebah
dan sepasang mata yang kalah

namun seakan takdir

bagi ritus yang getir
jarum jarum jam pun gugur
menusuk nusuk hati yang dipaku tugur

seperti suaramu mengusik

dalam bisik
di antara gesek biola
komposisi luka orang orang gila

dari sebuah album cinta yang terpendam

di balik garis garis piringan hitam
senantiasa mengalun
di kedalaman, bagai taifun terbantun

beri aku sejenak istirah

tak usah mimpi indah
beri aku sejengkal tubuh rebah
dan sepasang telinga yang kalah

namun seakan takdir

seremoni yang tak hendak berakhir
selalu kau jawab doaku dengan azan subuh
dan rekah fajar ke hatiku berlabuh

bengkel puisi annuqayah, 28.04.2006

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »