Kirdep Berubah Menjadi Seekor Burung - Arianto Adipurwanto

@kontributor 11/07/2021
Kirdep Berubah Menjadi Seekor Burung


Naq Keriweq  mati. Kirdep melarikan diri. Menghilang. Para warga pergi mencari. Tidak ketemu. Kabar mulai beredar, dia telah berubah menjadi seekor burung.  
           
Kirdep terkenal sakti. Ia memiliki keris yang bisa merasakan lapar dan harus diberi makan setiap malam suci. Keris yang jika sarungnya tidak dibuka sempurna akan menyebabkan sakit perut. Keris yang jika dibawa mencuri akan membungkam anjing-anjing. Keris yang dulunya dipakai perang dan menjadi sumber kilat dan halilintar di langit. Seorang penjual togel berkata, dengan keris itulah Kirdep menusuk leher Naq Keriweq sampai mati lalu melarikan diri.

Para warga miskin yang mengharapkan kaya dengan angka-angka, tengah berembuk di rumah salah seorang warga ketika mendengar teriakan dari rumah Naq Keriweq. Seorang warga tengah menceritakan mimpinya dengan menggebu-gebu. Seperti suara sapi disembelih kata salah seorang kemudian. Mereka berlari dan mendapati Naq Keriweq  telah tergolek di dekat tumpukan pisang yang baru saja dipetik dan masih meneteskan getah; darah hangat mengucur dari lehernya. Beberapa saat kemudian penjual togel datang dan bersaksi: melihat Kirdep berlari, memegang keris sakti miliknya yang telah berlumuran darah.

Para warga berlari ke arah yang ditunjukkan penjual togel. Mereka yang tersisa mengangkat tubuh Naq Keriweq, membaringkannya di berugak, di atas beberapa lembar tikar, tempat perempuan itu sebelumnya sering berbaring. Di kejauhan, terdengar teriakan, “Bunuh! Bunuh! Bunuh!” Teriakan itu semakin riuh. Ancaman-ancaman semakin lantang terdengar. Warga semakin banyak berdatangan. Ibu-ibu menenangkan anak-anak mereka yang menangis ketakutan.

Nama Kirdep disebut, dipanggil, disamakan dengan babi, dengan anjing. Penjual togel berdiri di halaman, tempat Naq Keriweq  mati, meratapi dengan penuh penyesalan kematian Naq Keriweq. Ia menyebut begitu banyak kebaikan yang telah perempuan itu lakukan untuknya. Suatu hari perempuan itu memberikan ia pinjaman beras sekilo, saat anak dan istrinya hampir mati kelaparan. Naq Keriweq menyelamatkannya dari pukulan seorang warga yang menang togel namun tidak mendapat bayaran. Pendek kata, Naq Keriweq  tidak seharusnya mati begitu cepat dan dengan cara yang sangat mengerikan.

Lalu ia mulai mengutuk Kirdep. Ia menyebut laki-laki itu seperti anjing yang tidak punya pikiran. Ia mulai mengungkit-ungkit bagaimana Naq Keriweq pernah menyelamatkan laki-laki itu dari jeratan lapar bertahun-tahun lalu, ketika segala sesuatu tak mampu ia beli. Para warga menambah, menumbuh-kembangkan apa saja yang ia katakan. Ketika ia mulai mengumpat-umpat, para warga juga turut serta. Semua itu beriringan dengan raung tangis keluarga Naq Keriweq. Kakaknya, perempuan yang bau badannya seperti kambing, dan tubuhnya dipenuhi panu, yang baru saja pulang dari mengangkut kayu, langsung memeluk tubuh Naq Keriweq yang memucat. Memancing tangis perempuan-perempuan lain. Membuat seekor anjing yang sejak tadi terdiam di dekat jebak, menggonggong nyaring, gonggongan yang kemudian berubah menjadi lolongan, nyaring, mengiris, anjing-anjing lain mengikuti, puluhan anjing, puluhan lolongan, riuh.
   
Sore hari, saat angin mulai berhembus dingin, para warga yang tadi mengejar Kirdep telah kembali. Tidak ketemu. Mereka pulang membawa cerita. Seorang berkata hampir berhasil menangkap laki-laki itu tetapi Kirdep begitu saja lenyap, hal yang sangat membingungkannya. Seorang warga yang lain mengatakan hal yang sama. Kakak Naq Keriweq  berteriak, menjerit, melengking, meminta para warga menangkap Kirdep dan membunuhnya. Cerita tentang pencarian mereka kembali terdengar. Salah seorang warga yang tampak lesu dan wajahnya berkilau karena keringat berkata bahwa Kirdep tidak akan mudah ditangkap dengan cepat. Kirdep adalah orang sakti yang bisa bernapas dari lubang pantat. Dan menceritakan tentang para warga beberapa tahun lalu yang pernah menangkapnya, memukulnya, dan mengira ia mati karena telah tidak lagi bernapas. “Kirdep bisa napas dari semua lubang di tubuhnya!” katanya menggebu-gebu.
     
Malam itu para warga berkumpul di rumah Naq Keriweq. Warga laki-laki memegang senjata, keris warisan, parang, pisau, tombak, bahkan palu dan gergaji. Kakak Naq Keriweq  telah berhenti menangis tetapi ia duduk termangu di dekat Naq Keriweq yang terbaring pucat dan telah diselimuti dengan beberapa helai kain. Dugaan-dugaan tentang apa sebab pembunuhan itu mendengung seperti lebah.

Ada yang mengatakan Kirdep iri dengan harta kekayaan Naq Keriweq. Warga lain bercerita kalau Kirdep berhutang teramat banyak kepada Naq Keriweq dan ia tidak akan sanggup menggantinya. Ada juga yang menyebut sebuah dendam lama yang terjadi antara kakek buyut kedua manusia itu. Penjual togel tidak mau ketinggalan. Ia menyampaikan satu cerita yang terdengar sangat meyakinkan.

Ia mengaku telah diberitahu sesuatu yang paling rahasia oleh Naq Keriweq. “Dia bercerita sambil duduk, menghadap utara!” katanya memulai seolah itu sebuah fakta yang tidak boleh diabaikan. “Hari itu Jumat!” lanjutnya dan memandangi para pendengarnya yang mulai penasaran. Lalu cerita mengalir lancar dan meyakinkan dari mulutnya. Katanya, Kirdep sering mengganggu perempuan itu, mengetuk pintu rumahnya sambil mengeluarkan rayuan-rayuan dan ancaman. Ketika pulang dari mandi, laki-laki itu sering melemparinya dengan batu apung dan beberapa kali ia tiba-tiba nongol dari semak-semak dan begitu saja mengeluarkan kemaluannya. Kirdep sering datang tengah malam, berpura-pura menawarkan beberapa ikan segar hasil tangkapannya. Tentu saja Naq Keriweq  tidak pernah menggubrisnya dan menyimpan cerita itu untuk dirinya sendiri. “Saya saja yang dia kasih tahu. Jangan sebarkan ke orang-orang lagi!” kata penjual togel memohon, seolah-olah Naq Keriweq masih hidup dan tidak akan memberi ampun atas kelancangannya. 

Beberapa warga berbadan kekar yang tidak rela membiarkan Kirdep hilang begitu saja, pergi mencari laki-laki pembunuh itu ke hutan. Berteriak-teriak menantang. Suara mereka menyebar naik, memenuhi seluruh hutan, bergema, memantul, menghentikan lengking burung hantu, memadamkan jerit binatang-binatang malam. Esoknya, mereka pulang dengan geram, bak pemburu yang gagal mendapatkan buruan. Terkesan untuk menutupi kegagalan mereka, cerita demi cerita disampaikan. Seseorang berkata Kirdep bersembunyi di suatu tempat dan mungkin tidak akan berani muncul  hingga bertahun-tahun kemudian. Beberapa orang percaya pada cerita ini. Ada juga yang berkata Kirdep telah lari ke Gunung Rinjani menemui perempuan tua yang memberikannya keris. Salah seorang perempuan tertua di kampung percaya cerita ini dan menambahkan bahwa dirinya juga pernah menemui perempuan tua itu. “Dia lahir dari pohon dan makan ulat,” katanya. 

Adalah cerita dua warga yang baru kembali yang kemudian paling dipercaya. Mereka bercerita begitu menggebu-gebu. Belum selesai yang satu yang lain menambahkan dengan suara lantang. Salah seorang bercerita sampai kedua matanya mendelik seperti akan terlempar keluar. Mereka bercerita masih dalam keadaan berkeringat dan berdiri saja di halaman meskipun para warga memaksa mereka duduk di tempat yang telah disediakan, seolah cerita mereka akan segera hilang jika mereka duduk.

“Licin sekali badannya,” kata salah seorang dari mereka. Lalu temannya menanggapi sampai terbentuk satu cerita utuh. Saat mereka tengah membicarakan mimpi mereka dan menafsirkannya jadi angka-angka, mereka tiba-tiba melihat Kirdep lewat di depan mereka. Mereka langsung mengejarnya, menerjang semak belukar. Satu di sini satu di sana. Mendekati bibir jurang, Kirdep melambat. Mereka menyergapnya. Namun tubuhnya begitu licin, seperti belut. Anehnya, ketika mereka melayangkan pukulan, tubuh Kirdep seperti berubah menjadi batu, buku-buku tangan mereka sakit dan ngilu sampai ke siku. Tetapi Kirdep kalah jumlah. Setelah bersusah payah akhirnya mereka berhasil menangkap Kirdep. Anehnya, laki-laki itu begitu saja berubah menjadi burung dan meluncur naik, celingak-celinguk di dahan pohon, lalu terbang jauh. Mereka mengejar burung itu, menembus semak-semak, dan mereka tidak mengetahui bagaimana persisnya burung itu menghilang. 

Cerita mereka menyebar ke seluruh kampung. Dengan segera sampai juga di kampung-kampung lain, seperti diterbangkan angin. Cerita itu dibicarakan di berugak, di dapur, di sungai, bahkan di dipan menjelang tidur. Bertahan sampai kubur Naq Keriweq  mengering. Sering tiba-tiba diceritakan oleh para pemabuk, para pencari gayas, para pengangkut kayu, oleh ibu-ibu di sela-sela pembicaraan mereka tentang keburukan-keburukan tetangga mereka.  

Kini cerita telah jauh berkembang. Kirdep bisa menjelma menjadi burung, katak, batu kerikil, apa saja. Terbaru, ia terlihat berubah menjadi gagang parang dan melayang-layang di udara.* 


 __________
Catatan Kaki: 
Jebak : Gerbang rumah 
Gayas : Ulat yang hidup di tanah dan bisa dimakan. 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »