Tjahjono Widarmanto
Makrifat Malam (2)
Malam basah. Ranting basah. Daun menyimpan embun
cahayanya pun berkedip dalam gelap.
Bintang-bintang jatuh melintas di kejauhan
segala yang bersemayam di jantung
mekar sudah
: duh, duh, yang rindu pada hu dalam pelukan malam
kuyup oleh hening menyabda segala biji tumbuh
dalam tubuh serupa pohon-pohon hayat yang rimbun
dedaunannya memancarkan hijau mahabah,
tak putus-putusnya menasbih malam bertahta di ruang kosong
menalkin semesta dengan pertanyaan-pertanyaan rahasia peta-peta
menuju rumah-rumah maqamat yang harus dilampaui
dengan perjalanan-perjalanan lelah yang panjang.
Maka kerinduan pun menuju hubb
memaksa untuk membuka mata
menakwil segala wisik menjadi syahwat syauq
tak tertahan. tak terkira. tak terduga
Di kejauhan langit
purnama dan gerhana
bersanding seperti mempelai
di sampingnya bintang-gemintang
mengumbar senyum
bersama burung-burung
bersayap dan berparuh putih
mewartakan semua mantera,
serat dan suluk
Segenap keong dan kura-kura takzim
menyimaknya dengan tubuh gemetar dan bola mata berputar.
Bunga-bunga hu lantas bermekaran
: duh, duh, sayangku.malam telah menyiapkan perigi untukku
biar kucelup ubun-ubun kepala, biar kuyup tubuh telanjangku
lantas biarkan bisu itu milikku, sebab dalam diam akan kuundang
seluruh kunang-kunang!
Ngawi, desember 2021