A. Warits Rovi
SEORANG BOCAH DAN LAYAR HP
sudah pukul 23.48, bulan pergi melintasi tiang tua
beralis embun mekar setengah bergantung
setelah sebagian mengucur ke bibir bunga kecubung
langit lelap berbantal ilalang basah
keriuhan hijrah ke lubang kumbang tersenyap
di batang bambu ceking tak berdaun
cuma tiga laron mengitari lampu
mencari kematiannya sendiri sebelum subuh
“tidurlah, Nak! besok mau sekolah,
matikan dulu HPmu.”
seorang ibu untuk kesebelas kalinya
mengajak anaknya untuk hidup normal
“sebentar, Bu!
di layar ini, telah kutemukan dunia baru
rumah ragam jendela tanpa pintu
semua bisa saling menyapa, mengaku saudara,
meski dalam silsilah darah maya
wajah penuh param kosmetika
hingga cecak bisa menyamar buaya.”
anaknya menjawab
tak peduli kedua matanya begitu merah.
“ini sudah larut malam, Nak!”
“aku terlanjur cinta, Bu!”
si ibu lantas tidur untuk kesebelas kalinya
dan si anak bahagia menemukan waktu yang
kian leluasa
hingga kumbang terjaga dari lubangnya
matahari merah kesumba menaiki cakrawala
tiga laron sudah mati sempurna
si ibu menyiapkan makanan di atas meja
sedang si anak masih tetap dengan HPnya
memenuhi tuntutan dunia barunya
dengan cara yang gila.
Sumenep, 2022