Defamiliarisasi Diksi pada Puisi - Deni Sanusi

@kontributor 6/26/2022

DEFAMILIARISASI DIKSI PADA PUISI

Deni Sanusi







Dunia penulisan karya sastra merupakan sebuah fenomena perputaran dunia yang selalu berkembang seiring dengan perkembangan zaman, suatu bentuk karya mempunyai sifat imajinatif dan mempunyai nilai keindahan merupakan sebuah bentuk dari karya sastra puisi. Dikutip dari Waluyo (1987) bahwa puisi itu sendiri merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan dari penyair secara imajinatif dan disusun dengan memfokuskan kekuatan bahasa sebagai media penyampaiannya, maka dengan hal ini pengolahan bahasa dalam karya sastra puisi menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi beberapa penyair.

Pengolahan dan penyulapan bahasa pada karya sastra tersebut dikenal dengan defamiliarisasi (membuat asing). Defamiliarisasi seperti yang disampaikan Susanto (2012) merupakan salah satu hal yang paling krusial untuk membedakan antara bahasa sastra dengan bahasa sehari-hari, bahasa komunikasi, dan bentuk-bentuk seni secara umumnya. Hal seperti inilah yang menjadi tantangan bahwa bahasa pada karya sastra memiliki sebuah perbedaan dengan struktur bahasa sehari-hari, seperti halnya yang dikatakan oleh Teeuw (2003) bahwa karya sastra itu tidak hanya menyimpang dari bahasa sehari-hari saja, melainkan juga dari karya sastra sebelumnya. Victor Sjklovski sebagai salah satu tokoh yang menghasilkan pemikiran mengenai sebuah defamiliarisasi, maka dalam dunia sastra sama seperti seni-seni lainnya ia mempunyai kemampuan untuk memperlihatkan kenyataan dengan suatu cara baru, sehingga sifat otomatik dalam pengamatan dan penyerapan kita di dobrak, defamiliarisasi sebagai istilah pengasingan untuk sebuah karya sastra yang memakai gaya bahasa yang menonjol atau menyimpang dari yang biasa, atau sebuah karya sastra yang menggunakan sebuah teknik bercerita dengan gaya baru pemilihan diksi dalam sebuah puisi menjadi sebuah hal yang sangat berpengaruh terhadap makna yang disampaikan penyair maka dengan pemilihan diksi yang tidak familiar orang tahu atau defamiliarisasi menjadikan usaha untuk menciptakan sebuah karya sastra yang baru berbeda dari karya-karya sebelumnya.

Sebuah sihir yang dipakai oleh penyair sering kali menjadi obat candu bagi beberapa pembaca, dapat diambil sebuah contoh karya puisi yang diciptakan oleh Joko Pinurbo merupakan sebuah karya puisi yang berbeda dengan puisi pada umumnya dimana ia sering kali menggunakan pemilihan diksi yang terkesan aneh atau kurang familiar dikenal orang, itu menjadi sebuah bukti nyata bahwa bahasa dalam sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari, bahasa komunikasi, dan bentuk-bentuk seni secara umumnya. Tak heran bahwa puisi dari Joko Pinurbo sering kali didapati bahasa yang nyeleneh bahkan mampu membuat rasa pembaca menjadi penasaran akan puisi yang ditulis oleh sang Penyair, itu yang menjadi kehebatan dari sang Penyair dalam mengolah diksi yang kurang familiar dikenal orang menjadi sebuah maha karya yang luar biasa.

Sebuah puisi yang penulis dapatkan dari beberapa puisi karya Joko Pinurbo yang mana pemilihan diksi yang kurang familiar dikenal orang atau istilahnya defamiliarisasi, penulis mengambil sebuah contoh dari puisi Celana dalam buku berjudul “CELANA Kumpulan Puisi Joko Pinurbo” yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama terbit pertama kali pada tahun 1999. Dari pemilihan diksi pada judul puisi Celana yang disampaikan penyair sudah pasti menjadi hal yang defamiliarisasi untuk dijadikan puisi tetapi dengan diksi yang tidak familiar tersebutlah penyair memanfaatkan ruang imajinasi pembaca untuk menafsirkan apa yang disampaikan dari makna puisi tersebut. Puisi Celana yang ditulis penyair secara berkelanjutan dimana ada puisi Celana 1, Celana 2, sampai Celana 3 pemilihan diksi pada judul puisi yang dinilai defamiliarisasi seperti ini dimana menjadi daya tarik tersendiri untuk diselami. 

Dimana pada puisi Celana 1 seseorang yang sedang sibuk mencari celana, sampai beratus, ratus model celana yang dipakai tidak ada yang cocok bagi dirinya, sampai ia bersih-keras memberi tahu pramuniaga bahwa ia sedang mencari celana yang cocok seperti pada penggalan larik puisi “Kalian tidak tahu ya aku sedang mencari celana, yang paling pas dan pantas buat nampang di kuburan”. Pada puisi Celana 2 ini sebagai lanjutan dari apa yang telah dicari penyair mengenai sebuah celana, dan pada puisi Celana 2 disini menjelaskan apa yang selama ini menjadi penasaran akan isi dari celana yang dikenakan dimana diawali peristiwa saat sekolah dimana penyair disuruh untuk menggambar celana yang bagus dan sopan, namun tak pernah diajarkan seluk beluk dalam melukis sebuah celana, sehingga mereka sering kali sembunyi-sembunyi menggambar membuat coretan dan gambar porno di tembok kamar mandi, dan akhirnya mereka mengerti akan apa yang menjadi rasa penasarannya ihwal apa yang ada di dalam celana bahwa ada raja kecil yang galak dan suka memberontak; ada filsuf yang terkantuk-kantuk merenungi semesta; ada gunung berapi yang menyimpan sejuta magma; ada juga sebuah gua garba yang diziarahi para pendosa dan pendoa. Sedangkan pada puisi Celana 3 sebagai kelanjutan dari kedua puisi celana di atas penyair menjelaskan merupakan sebuah titik terang dimana penyair telah mendapatkan celana yang selama ini dicari meskipun harus berkeliling kota dan masuk ke setiap toko busana. Penggunaan diksi yang defamiliarisasi dalam ketiga puisi celana 1,2,3 sangat menggugah rasa penasaran terhadap isi yang ada di dalamnya.

Disinilah kunci kehebatan penyair dalam memberikan makna tersendiri pada karyanya, setiap penyair mempunyai cirinya masing-masing dalam menyampaikan karya-karya dimana penggunaan diksi yang defamiliarisasi seperti ini menjadi sebuah ciri khas yang dimiliki oleh penyair agar mudah dikenal oleh para penikmat karya-karyanya.


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »