Sapto Wardoyo
JULI
: dik
kau mengenang juli sebagai hujan
yang menderas dari matamu
yang sembab. dan waktu seakan berhenti
menunda kematian demi kematian
debu-debu mengambang di udara, serupa
kenangan yang menari di kesiur angin
adakah ruang yang ingin kau singgahi
selain gelap dan hitamnya malam?
lalu kau meruncingkan waktu, meniupkan
mantra-mantra pada sebilah pisau
aku tak ingin bermimpi, bisikmu. tak
ingin ada esok pagi, apalagi matahari
juli telah meniupkan sebuah khianat
dan menjelma serupa tembok-tembok
yang dibangun dari kesepian
lalu riuh membisikkan kehampaan
tak ada yang sia-sia selain harapan
tak ada yang lebih fana selain kebahagiaan
tak ada yang lebih nyata selain airmata
di dadamu yang menyimpan kemarau
diam-diam dendam membangun sebuah ruang
mendidihkan sunyi hingga serupa api
menjilati semua pintu dan jendela
menghanguskan kata-kata dan juga doa-doa.
Bekasi, Juli 2022