Sapto Wardoyo
EMIRITUS
: pdt. NH
engkau memasuki sebuah pintu, di mana
cahaya tak begitu
memencar, sebagaimana di atas mimbar
dan ruang demi ruang hanyalah kesunyian
kecuali
sebuah ruang di dadamu yang masih
menyimpan gemuruh. di sofa itu
kau akan duduk sendiri, menghitung sepi
menghitung jejak perjalanan atau cinta
Tuhan, yang kemarin
masih dengan lantang kau kabarkan
dari atas mimbar. eben heazer, bisikmu
sampai di sini Tuhan menolong kita. kau
akan selalu merindukan
mimbar itu. serupa ayat-ayat yang selalu
berdesakan
meronta ingin segera dikabarkan
sebab
matamu masih menyimpan cahaya, dan
suaramu
juga masih cukup lantang untuk mewakili
suara Tuhan
tapi tak ada yang lebih bergegas
selain waktu. setelah hampir katam
menghitung usiamu
ia menjelma serupa kertas, serupa kata
kata atau titimangsa
sebagai penanda bahwa akhir telah tiba
sebelum umat melepasmu dengan
air mata. barangkali kau tak hanya
merawat sunyi atau buku-buku, tapi
juga doa-doa, agar tetap menyala
hingga cahaya itu tak memudar, apalagi
padam
sampai tiba saatnya kau diam dan
terpejam, dibaringkan oleh kefanaan.
Bekasi, 2/08/202