Memandang dari Satu Sudut Sunyi sebagai Penyair - Emi Suy

@kontributor 5/14/2023

MEMANDANG DARI SATU SUDUT  SUNYI SEBAGAI PENYAIR

(Refleksi Ulang Tahun ke-53 Riri Satria)

Emi Suy



“Persahabatan bagai kepompong. Mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Persahabatan bagai kepompong. Hal yang tak mudah berubah jadi indah. Persahabatan bagai kepompong. Maklumi teman hadapi perbedaan.” Potongan lirik lagu “Kepompong”, Sind3ntosca ini sangat mendalam.

 

Persahabatan berbeda dengan pengertian kamus, yakni “perihal yang tidak bersifat persaingan (tentang pertandingan, dan sebagainya)”. Persahabatan adalah kesadaran. Kesadaran saling bersinergi, membangun bersama, saling mendukung, saling mengingatkan, bahkan saling bersaing untuk terus mengembangkan diri menjadi lebih baik. 

Itu artinya, persahabatan tidak selalu harus seiya sekata. Persahabatan bisa berarti perdebatan. Namun secara sadar sama-sama menuju ke arah penyelesaian persoalan dan kebaikan. Perdebatan yang konstruktif akan berujung kepada ketajaman dan kejernihan pikir dalam segala persoalan.

Maka, berselisih pendapat, beda argumen, saling memperingatkan atau mengoreksi adalah sesuatu yang lazim terjadi. Persahabatan adalah kesadaran merawat, jika yang hilang tak akan ditemukan maka yang tulus akan kembali. Persahabatan yang berkesadaran adalah kolaborasi dengan mereka yang sama-sama memiliki semangat untuk maju dan tumbuh kembang bersama.

Kesadaran dalam persahabatan, barangkali sebagaimana puisi Rendra: "Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata". Kesadaran ialah gunung, ialah angin, ialah hutan, ialah hujan, ialah badai. Kesadaran ialah kita yang mesti terus tumbuh di tengah kerasnya hidup dan terjalnya kehidupan. Kesadaran adalah kita yang menambal lubang di sana-sini, di baju yang kita kenakan untuk kepantasan. Kesadaran ialah pendewasaan, kembalinya kita pada titik selesai. Kesadaran ialah interval -- jarak hati, pikiran, dan emosi.

Kesadaran ialah ombak -- ialah banjir, ialah gelombang pasang air laut -- yang menggenangi pikir, merendam perasaan. Kesadaran ialah meredam gaduh gemuruh alam pikir di kedalaman permenungan dan perenungan. Kesadaran ialah perubahan.

Demikianlah makna persahabatan yang selama ini saya pelajari dari Bang Riri Satria. Seringkali dia ‘membunuh’ karakter saya untuk menghidupkan sisi keberanian dalam menggali diri dan mengasah kemampuan yang masih tersembunyi sebab krisis kepercayaan diri. Katanya, setiap manusia yang dilahirkan mempunyai sisi kepribadian yang berbeda. Setiap manusia adalah unik, dan luar biasa. Setiap individu yang dilahirkan juga memiliki kekuatan tersembunyi dalam dirinya yang perlu ditemukan.

Namun terkadang, kita sendiri tidak tahu atau bahkan tidak menyadari kekuatan tersembunyi tersebut, termasuk saya sendiri. Saya adalah orang yang dilingkupi rasa "bagiku cukup berkarya saja" karena disamping tenggelam oleh kesibukan sebagai pekerja, saya cukup betah dalam kesunyian yang saya ciptakan sendiri, mungkin sebagaimana keong (tapi tidak beracun kok. Hahaha). Padahal dunia luar itu, walau penuh hiruk pikuk, tetapi juga berwarna untuk kita menghamburkan diri guna memetik pelajaran dari berbagai peristiwanya.

Lantas bagaimana rasanya ketika kita diminta (bahkan dipaksa) untuk melakukan sesuatu yang belum pernah berani kita lakukan, misalnya disuruh belajar menulis esai, agar tidak hanya puisi? Saya serasa diceburkan ke laut dari ketinggian, padahal saya tidak pandai berenang. Akhirnya, sepenuh tekad, semangat, dan perjuangan yang berdarah, saya sudah mulai bisa belajar menulis esai, tidak hanya menulis puisi seperti sebelumnya.

Dengan demikian, terima kasih, Bang Riri, atas persahabatan yang berkesadaran. Terima kasih karena telah membuat saya percaya diri dalam banyak hal. Terima kasih, telah menceburkan saya ke laut esai, sesuatu yang baru bagi saya.  Sebagaimana esai, hidup itu sendiri adalah sekolah yang tak pernah selesai untuk belajar sebelum datang kepergian.

Selama ini, orang-orang mengenalmu sebagai sosok yang penting, seorang pejabat, akademisi, pengamat, konsultan, dan pengusaha. Engkau memang punya banyak sisi. Namun biarkan saya memandang banyak sisimu itu dari satu sudut saja; sunyi, sebagai penyair. Di mana kau berada di ketinggian dikepung sunyi sendirian -- dari jarak terjauh yang pernah tempuh adalah saat kita debat kusir dan saling melempar diam.

Puisi, katamu, sebagai salah satu penyelamat dari kesunyian. Puisi, katamu, salah satu caramu untuk menyeimbangkan kehidupanmu yang sarat dengan teknologi, ekonomi, penelitian, yang penuh dengan rasionalitas terukur, angka-angka, rumus-rumus, dan analisis. Puisi membawamu untuk menyadari banyak fakta-fakta tak terlihat, suara-suara tak terdengar, melakukan dialog batin dengan diri sendiri, membiarkan imajinasi berkelana ke mana saja, dan tentu saja mencoba untuk memahami kehidupan yang lebih baik.

Matematika itu, katamu, bukanlah sekadar hitung-hitungan semata. Matematika adalah bahasa puitis yang diciptakan Tuhan untuk menjelaskan kepada manusia tentang harmoni lingkungan, alam, bahkan jagat raya. Bagimu, science is the poetry of the universe, and mathematics is the language.

Setiap pagi serumit apa pun riuh di kepalamu, kau lemparkan senyum di berandamu. Menurutmu, persoalan pasti selalu ada, inilah denyut kehidupan. Ada persoalan individu, sosial masyarakat, bisnis atau korporasi, bahkan persoalan negara. Namun tak ada persoalan yang tak dapat diselesaikan.

Kau sangat percaya bahwa ketika Tuhan menciptakan persoalan, Dia juga menciptakan solusinya dengan ilmu pengetahuan, pilihan sikap, persistensi, moralitas, keimanan, dan sebagainya. Tinggal bagaimana manusia menggunakannya secara tepat. Ketika kita mampu memecahkan sebuah persoalan, maka kita naik kelas satu tingkat.

Sebagaimana kerap kaua katakan padaku, bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dengan perkembangan sains dan teknologi, karena sesungguhnya mereka ada untuk membantu dan memudahkan hidup kita sebagai manusia. "Saya justru lebih khawatir bahkan takut dengan manusia itu sendiri daripada teknologinya, yaitu manusia yang tidak memiliki etika dan tidak bertanggung jawab, sehingga menggunakan teknologi secara salah dan merusak sesama, lingkungan, dan alam," ujarmu.

Oya, satu lagi, selain puisi, yang menyeimbangkan hidupmu, yakni kopi. Selamat merayakan perjalanan hidup ke-53 tahun dengan minum kopi ya sambil membaca puisi di bawah ini:

 

Lima Puluh Tiga

: Riri Satria

 

seperti kubus yang terbuat

dari kaca dengan banyak sisi

dan diletakkan di atas baki

yang pelan berputar

demikianlah engkau

 

orang-orang melihat

sisi masing-masing

sebagian menetap

sebagian lagi melipat

 

sementara aku terpaku

menatap sisi demi sisimu

begitu banyak dimensi menyala

dan menari

 

kini aku mengerti

bahwa diam itu sisi paling gelap

lalu bicara, sisi paling terang

 

di antara gelap dan terang itu

biarkan aku memandang banyak sisimu

dari satu sudut saja:

sunyi.

 

Cengkareng, 14 Mei 2023

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »