Membaca Proust: Waktu dan Rupa - Retna Ariastuti

@kontributor 5/26/2024

Membaca Proust: Waktu dan Rupa

Retna Ariastuti

 


Proust membangun novel In Search of Lost Time dengan menyampaikan gagasan atau pemikirannya secara bertahap satu persatu dan setiapnya akan diberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Setiap gagasan berawal di buku pertama dan diperluas di buku berikutnya dengan tetap menggunakan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan di Pencerita sampai kemudian mencapai kesimpulan atau pemahaman akan seluruh peristiwa sebagai satu kesatuan pada buku terakhir, buku ketujuh.

Salah satu gagasan atau pemikiran awal yang terdapat dalam buku pertama Swann’s Way adalah mengenai bagaimana kita memandang dunia di sekitar kita. Pernyataannya adalah bahwa masing-masing orang akan memahami atau mengamati dunia sekitarnya berdasarkan indranya sendiri. Tetapi pernyataan ini oleh si Pencerita dijelaskan menggunakan peristiwa sebaliknya, yaitu (catatan: karena saya mengutip hanya bagian-bagian yang terkait langsung dengan yang akan dibahas, beberapa kutipan tersebut mungkin terasa tidak lengkap atau kejadiannya seperti melompat-lompat, sehingga saya kemudian memutuskan menambahkan keterangan yang tidak lengkap tersebut ke dalam terjemahan saya hanya agar terbaca lebih runut. Dengan kata lain, saya berusaha menerjemahkan makna dan tidak semata-mata menerjemahkan kata per kata),

Our social personality is the creation of the minds of other.

Tampilan kita di depan umum adalah berdasarkan pendapat atau pikiran orang lain terhadap kita.

Selanjutnya,

But even with respect to the most significant things in life, none of us constitutes a material whole, identical for everyone, which a person has only to go look up as though we were a book of specification or a last testament.

Bahkan untuk hal-hal yang penting pun, tampilan kita tidak pernah utuh dan setiap orang akan melihat kita secara berbeda, seolah-olah setiap kita adalah seperti buku katalog dimana orang lain dapat membukanya hanya pada bagian tertentu untuk mengetahui atau memahami kita.

Lebih jauh,

We fill the physical appearance of the individual we see with all the notions we have about him, and of the total picture that we form for ourselves, these notions certainly occupy the greater part.

Kita selalu mengiringi tampilan lahiriah seseorang dengan segala sesuatu yang kita ketahui tentang mereka, dan yang kita ketahui tentang seseorang ini tentu saja selalu mencakup bagian terbesar kesan kita terhadap seseorang itu.

Pemikiran ini dijelaskan dengan bagaimana sewaktu si Pencerita masih kecil, dia mendengar dan mengamati bibinya bersikap terhadap Mr. Swann: kesan bibinya secara keseluruhan terhadap Mr. Swann maupun tingkah lakunya ketika Mr. Swann berkunjung ke tempat mereka di Combray. Penampilan Mr. Swann sederhana, seperti penduduk Combray lainnya, meski sehari-harinya Mr. Swann menetap di Paris, dan berkunjung ke Combray hanya pada waktu-waktu tertentu.

Keluarga Swann dan si Pencerita berhubungan baik karena ayah Mr. Swann, seorang pengacara terkenal pada masanya, berteman baik dengan kakek si Pencerita. Tetapi nama baik ayahnya tersebut, menurut si Bibi, tidaklah dijaga oleh Mr. Swann, karena dia menikahi perempuan tidak baik-baik di Paris; oleh sebab itu juga, menurut si Bibi, Mr. Swann tidak pernah mengenalkan istri dan putrinya secara terbuka ke keluarga si Pencerita.

Dengan hanya mengenal Mr. Swann ketika dia di Combray, si Bibi menganggap remeh Mr. Swann. Sementara dia tidak tahu bagaimana kehidupan Mr. Swann di Paris, seorang terpandang yang terkenal di lingkaran klub elit dan bangsawan Perancis. Dan suatu hari ketika Mr. Swann dan kegiatannya diberitakan di sebuah surat kabar, si Bibi tidak mempercayainya dan tidak mau percaya. Apalagi kegiatannya tersebut berhubungan dengan keterlibatannya dalam sebuah perolehan lukisan untuk sebuah museum dan juga berita bahwa setelah itu Mr. Swann diundang makan malam oleh seorang putri bangsawan dan keluarganya.

Kesan yang sama terhadap Mr. Swann dianut oleh si Pencerita sampai kemudian dia sendiri berhubungan langsung dengan Mr. Swann di Paris sewaktu sudah beranjak remaja dan ketika itu Mr. Swann adalah ayah dari gadis yang dicintainya, Gilberte. Si Pencerita menyadari terjadinya perubahan cara pandang ini hanya setelah sekian tahun, dan hanya disadarinya ketika dia menilas baik. Peristiwa ini digambarkan oleh si Pencerita,

The corporeal envelope of our friend had been so well stuffed with all this, as well as with a few memories relating to his parents, that this particular Swann had become a complete and living being, and I have the impression of leaving one person to go to another distinct from him, when, in my memory, I pass from the Swann I knew later with accuracy to that first Swann—to that first Swann in whom I rediscover the charming mistakes of my youth and who in fact resembles less the other Swann than he resembles the other people I knew at the time, as though one’s life were like a museum in which all the portraits from one period have a family look about them, a single tonality—to that first Swann abounding in leisure, fragrant with the smell of the tall chestnut tree, the basket of raspberries, and a sprig of tarragon.

Lahiriah teman kita yang telah dipenuhi oleh hal-hal ini (catatan: kesan dan pendapat si Bibi) ditambah dengan beberapa kenangan terkait orangtuanya membentuk gambaran lengkap dan utuh Mr. Swann, dan aku kemudian merasa telah berpindah dari satu orang ke satu orang lainnya yang berbeda ketika aku bertemu Mr. Swann beberapa tahun berselang dan membandingkannya dengan Mr. Swann dalam ingatanku—Mr. Swann yang pertama kali aku jumpai dulu yang sama sekali berbeda, seolah-olah kehidupan seseorang itu seperti museum, dimana setiap potret pada masa tertentu diharapkan memiliki kesamaan, satu bentuk dan rupa—Mr. Swann yang aku jumpai dulu, yang selalu santai dan wangi seperti wangi pohon chestnut dan sekeranjang buah raspberry and sejumput tarragon yang selalu dibawanya ketika berkunjung.

Menjelaskan gagasan dan pemikiran dengan menggunakan contoh dari kehidupan nyata yang cukup sederhana adalah cara Proust memperkenalkan gagasan tersebut kepada pembaca. Konsep gagasan yang sama selanjutnya digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang lebih kompleks atau mengembangkan gagasan ke tingkat yang lebih tinggi.

Gagasan atau pemikiran dasar pada awal essay ini yang menyatakan bahwa kita memandang dunia sekitar dengan menggunakan indra kita sendiri adalah gagasan yang menjadi benang merah pertama dari keseluruhan In Search of Lost Time (ISOLT). Proust akan kembali dengan pemikiran ini di buku-buku berikutnya tetapi dengan memperluas cakupan dengan menambahkan bagaimana ingatan terlibat di dalamnya, yang secara sederhananya telah diperlihatkan pada pengalaman si Pencerita dengan Mr. Swann.

Selain itu, ISOLT adalah rangkaian dan penjelasan panjang mengenai filosofi Proust tentang kehidupan, dan untuk menjelaskannya Proust memilih menggunakan bentuk novel. Alasan pemilihannya tersebut juga dijelaskan dalam bentuk cerita, melalui peristiwa dimana di Pencerita, yang suka membaca dan berkeinginan untuk menjadi penulis, takjub dengan kemampuan penulis novel yang sedang dibacanya, yang telah membawanya untuk memahami berbagai gejolak perasaan, sedih dan bahagia, tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Secara teknik penulisan sastra, kegiatan membaca dimana si Pencerita dapat “membaca” perasaan tokoh-tokohnya adalah serupa dengan bagaimana si Bibi “menilai” Mr. Swann hanya dari pandangan atau pendapatnya ketika Mr. Swann berada di Combray.

But all the feelings we are made to experience by the joy or the misfortune of a real person are produced in us only through the intermediary of an image of that joy or that misfortune.

Semua perasaan sedih atau bahagia seseorang akan kita rasakan juga hanya melalui gambaran tak langsung dari perasaan sedih atau bahagia tersebut.

The ingeniousness of the first novelist consisted in understanding that in the apparatus of our emotions, the image being the only essential element, the simplification that would consist in purely and simply abolishing real people would be a decisive improvement.

Keunggulan seorang novelis adalah dalam pemahaman bahwa penggambaran bagian pembentuk emosi adalah hal yang terpenting, dan dalam penyederhanaan bagian tersebut, memutuskan hanya menggunakan penggambarannya dan menghapus penggunaan wujud nyata seseorang yang mengalaminya adalah suatu langkah kemajuan yang menentukan.

A real human being, however profoundly we sympathize with him, is in large part perceived by our senses, that is to say, remains opaque to us, presents a dead weight which our sensibility cannot lift. If a calamity should strike him, it is only in a small part of the total notions we have of him that we will be able to be moved by this; even more, it is only in a part of the total notion he has of himself that he will be able to be moved by himself.

Seberapa besarpun kepedulian kita terhadap seseorang, tetaplah kita melihatnya dari sudut pandang kita, dengan kata lain, mereka sebenarnya tidak pernah menjadi tembus pandang, dan menjadi sebuah beban mati yang tidak pernah bisa diangkat oleh kepekaan kita. Jika seseorang itu ditimpa bencana, sebenarnya hanya sebagian kecil dari seluruh kepedulian kita yang tersentuh olehnya. Bahkan sebaliknya, hanya sebagian kecil pandangan dia terhadap dirinya sendiri yang tergerak karenanya.

The novelist’s happy discovery was to have the idea of replacing these parts, that is to say, parts which our soul can assimilate. What does it matter thenceforth if the actions, and the emotions, of this new order of creatures seem to us true, since we have made them ours, since it is within us that they occur, that they hold within their control, as we feverishly turn the pages of the book, the rapidity of our breathing and the intensity of our gaze.

Tujuan dan harapan seorang novelis adalah untuk dapat menemukan bagian yang tidak terjangkau tersebut dan menggantikannya dengan sesuatu yang bisa membaur dengan jiwa kita, pembaca. Dan yang menjadi penting setelah itu adalah jika aksi dan emosi dari sesuatu yang menggantikannya itu terlihat dan terasa asli, karena kita serasa memilikinya dan semua kejadian serasa terjadi dalam diri kita, meski mereka, novelis, masih memegang kendali dengan membuat kita tidak sabar membaca halaman berikutnya, dengan jantung berdebar-debar dan mata yang tidak bisa lepas dari halaman buku.

Proust juga berpendapat bahwa dengan menggunakan bentuk novel, dia dapat menjelaskan konsep waktu yang diinginkannya dengan lebih sederhana, karena novel dapat menggambarkan perjalanan waktu yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Tidak seperti pengalaman si Pencerita dengan Mr. Swann dimana perubahan cara pandangnya baru disadari setelah sekian tahun, dengan menuliskan gagasan dan pemikiran dalam bentuk novel, perubahan dapat digambarkan dan kemudian dirasakan seketika atau dalam kurun waktu yang singkat, sesingkat atau selama waktu pembacaan saja.

And once the novelist has put us in that state, in which, as in all purely internal states, every emotions is multiplied tenfold, in which his book will disturb us as might a dream but a dream more lucid than those we have while sleeping and whose memory will last longer, then see how he provokes in us within one hour all possible happiness and all possible unhappiness just a few of which we could spend years of our lives coming to know and the most intense of which would never be revealed to us because the slowness with which they occur prevents us from perceiving them (thus our heart changes, in life, and it is the worst pain; but we know it only through reading, through our imagination: in reality it changes, as certain natural phenomena occur, slowly enough so that, if we are able to observe successively each of its different states, in return we are spared the actual sensation of change).

Dan ketika seorang novelis berhasil membawa kita dalam keadaan demikian, ketika semuanya berada dalam diri, maka kekuatan emosi akan meningkat sepuluh kali lipat. Bukunya akan mempengaruhi kita seolah-olah mimpi, tetapi mimpi yang lebih nyata dibandingkan mimpi ketika kita sedang tidur, dan ingatan terhadapnya akan bertahan lebih lama. Lihatlah kemudian bagaimana dia membangkitkan dalam diri kita, hanya dalam satu jam saja, segala kebahagiaan dan kesedihan yang mungkin, yang beberapa diantaranya bahkan membutuhkan beberapa tahun jika kita yang akan mengalaminya sendiri, atau pengalaman yang sangat mendalam itu tidak akan pernah kita rasakan, karena dalam kehidupan nyata, kejadian itu akan berlangsung dengan sangat lambat sehingga kita tidak bisa merasakannya (perubahan perasaan, yang kalau dalam kehidupan nyata, akan sangat menyakitkan; kita hanya tahu dari bacaan, dari khayalan: dalam kenyataannya, telah terjadi perubahan yang sangat lambat, sebagaimana fenomena alam tertentu, sehingga jika kita amati dengan seksama setiap perbedaan keadaan yang terjadi, kita tidak akan merasakan perubahan yang berarti).

Konsep dasar bahwa setiap kita memandang dunia sekitar berdasarkan indra tidak hanya berlaku dalam hubungan antar pribadi tetapi juga pada cara kita memandang keadaan atau masalah yang kita hadapi. Keterbatasan indra akan membatasi informasi yang dapat kita peroleh dari sekitar. Tetapi dengan berjalannya waktu dan semakin banyak dan lengkap informasi yang bisa dihimpun dalam rentang waktu tertentu, akan mempengaruhi atau memperbaiki pendapat dan pemahaman kita tentang dunia. Dan kata kunci bahwa perjalanan waktu akan memperbaiki wawasan atau pemahaman akan dunia adalah benang merah kedua yang dibahas dan didalami oleh Proust dalam ISOLT pada buku-buku berikutnya.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »