Norrahman Alif
Kisah-Kisah Kecil Kafka
25
setelah ini. aku akan menjadi burung yang kesepian di langit
papa cahaya. mungkin hanya bulan yang menjadi gantungan
doa-doa yang belum juga kering. bersama kafka aku terbang
mencari dahan rejeki di berbagai kota dan kawan. siapa tahu
buah-buah kehidupan kudapat di sana untuk bekal memperbaiki
nasib buruk yang sudah berlipat-lipat kini.
karena hidup yang bergantung pada puisi hanya
membuat kemiskinan makin menjerat menjerit
hati dan diri. aku ingin berdiri dengan kaki sendiri.
tanpa meminjam kaki ayah, ibu dan tuhan untuk
berjalan demi meluruskan punggung-punggung hidup
dan masa depan yang bengkok.
hidup ini sekeras batu —sepedas kata-kata satire yang
keluar dari sekumpulan mulut para pencibir. jika tahu hidup
lebih pahit dari empedu. sebelum aku menambah jumlah
manusia di bumi. ingin aku merayu ibu untuk membatalkan
niat melahirkanku sebagai sebongkah daging.
namun mustahil manusia melahirkan bayi anjing. mungkin
hanya terjadi dalam lagenda sangkuriang. sebab yang nyata
kini adalah manusia-manusia berjenis kelamin anjing.
27
mungkin aku harus sembunyi ke dalam gelap jiwaku sendiri.
pada saat bunga-bunga pergi sebelum sempat memperbaiki
wanginya —memperbaiki pemahaman yang saling berselisih warna.
sebut saja mereka adalah puisi yang pergi. pergi di waktu
kepalaku mual-mual-di saat mata muntah-muntah air mata.
tak sanggup menanggung anjing-anjing persoalan yang tak
pernah diam: selalu ingin berontak, menerjang dan membunuh
diriku sendiri.
di hari dini. aku hancur dan berantakan. waktu dalam
diriku kencing kesedihan. dan kafka —anak kandung
air mata bahasaku tiba-tiba membelah diri menjelma
sepasang sayap neraka dan surga.
betapa aku makin busuk dan menderita dalam gelap jiwa
yang lebih gelap dari mata malam. mungkin akulah
ketidakwarasan itu —yang hidup dan merangkak menggapai-
gapai masa depan cahaya.
28
kemanakah harus kubenamkan muka ini? ke sungai, akal
belum mampu menjadi garam seutuhnya. ke laut, hatiku gagal
melebur dan bercampur, sebab tawar belum bisa mengawini
asin garam. sementara di luar berhari-hari langit pesta warna
perkawinan. dan di dalam waktu —hujan gelisah dan malu
membanjiri seluruh aku.
akulah lelaki yang kebingungan mencari bulan di dalam gelap
semesta cinta. aku adalah perjaka yang kelewat matang,
akhirnya usang dan mengerang.
sementara seribu kalimat satire muntah dari puluhan mulut para
pencibir lalu berenang menjelma ikan-ikan paus memangsa
pikiran. kemanakah pasangan kelaminku? harus kucelupkan
kemana pensilku yang telah kering ini?
kini malamku bukan malam mereka. hangatku bukan hangat
mereka. bila hangatku timbul dari api masa muda yang
belaka. hangat mereka mengucur dari peluh-peluh cinta
dan persetubuhan gairah di malam pertama dan selanjutnya.
sungguh pagi dan malam aku mendekap kekasih dan hangat buatan.
pada saat tongkat menjunjung celana dan sange
mulai menjelajahi perbatasan gairah. kusuruh kafka mencari
bayangan kekasih yang telanjang, atau mencipta pasangan
buatan dari bunga-bunga lendir atau adegan-adegan lima
menitan yang mengguncang alam semesta.
dan ah! malam banjir lendir berkali-kali dan kesunyian
menyesali kesepianku yang berulang-ulang. sampai kapan
aku bersetubuh dengan bayang-bayang? sampai kapan
kafka berhenti memberiku kenikmatan ilusi? aku ingin
nikmat yang nyata dan abadi tuhan.
29
ternyata lidahmu tak sepandai puisi menyembunyikan api.
tak se-cerdik kafka merahasiakan neraka ke dalam kata-kata.
kau cuma barbar dan tak baik menjadi kotak rahasia alam
semesta. kau memang penyair. namun aku tak percaya.
sebab tak ada penyair tolol soal menyembunyikan pisau ke
dalam sarung kulitnya.
memang benar apa kata lelaki-lelaki di kampungku:
mulut perempuan memang berbahaya, dan ucapanya
lebih tajam dari pedang apa pun di dunia ini.
kita mungkin baru kenal lima menit. namun benciku padamu
sudah lebih lima jam: tak menemukan detik untuk memberi
jeda pada ucapan sumpah-sepatahku. setelah kutahu bibirmu
lebih gesit dari api yang membakar plastik, lebih cepat dari
peluru yang keluar dari mulut pistol.
seharusnya hawa menolakmu sebagai kaumnya dan tuhan
tidak mencipatakan mulut yang memiliki lidah sungai
bercabang; kata-katanya mengalir tak mengenal ceruk,
kemana pun merasuk. seperti bibirmu yang bau busuk.
30
di setiap pikiran berpijak, di situlah kafka menjadi
tangan yang lain. sebelum dan sesudah tanganku
menjelma jasad debu terkubur kata, telah ia siapkan
kuburan bagi yang fana. sebab yang abadi hanya tuhan
dalam puisi.
kematian hanya milikku bukan milikkmu
sebelum kafka menggantikan jabatan hidupku sebagai
buruh kata, kelak. setiap helaan nafas ini ingin abadi
pada baris-baris puisi. setiap patahan usia berharap
menjadi kisah-kisah kecil kafka yang dikenang alam semesta.
bumi, langit dan segala benda-benda sunyi maupun bising,
kenanglah aku sebagai kata
bukan sebagai duka.
sebab balon-balon doa telah kulambungkan ke hadirat puisi
melalui kafka si juru kunci rahasia aku dan tuhan yang pasi.
2021